Oleh: Andhika Wicaksana )*
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 menjadi salah satu momen penting dalam demokrasi Indonesia. Di balik hiruk-pikuk persiapan politik, ada satu elemen yang tidak kalah penting dan sering kali menjadi penentu terciptanya stabilitas sosial, yakni peran tokoh agama.
Dalam konteks ini, Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Agama, Frits Mambrasar, menyerukan pentingnya keterlibatan aktif para tokoh agama dalam memastikan Pilkada berjalan damai.
Seruan ini bukan hanya sekadar ajakan moral, tetapi sebuah langkah konkret yang dapat memberikan dampak besar terhadap kesuksesan dan kelancaran proses demokrasi, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik.
Dalam setiap Pilkada, perbedaan pilihan politik sering menjadi sumber ketegangan. Namun, di sinilah peran tokoh agama sangat dibutuhkan untuk menjaga ketertiban. Tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam komunitas mereka, baik melalui mimbar di gereja, masjid, pura, maupun wihara.
Khotbah yang mengajak pada kedamaian dan persatuan dapat menjadi penenang di tengah ketegangan politik. Oleh sebab itu, para tokoh agama di Papua, seperti yang disampaikan Frits Mambrasar, diharapkan menjadi garda terdepan dalam menyampaikan pesan-pesan damai dan menjaga harmoni sosial.
Frits dengan tegas menyatakan bahwa peran para pemuka agama bukan hanya sekadar mengarahkan umat untuk memilih dengan bijak, tetapi juga untuk mencegah terjadinya konflik sosial yang dapat merusak hubungan antarsesama warga.
Meskipun Pilkada hanya berlangsung sesaat, tetapi dampak sosialnya bisa bertahan lama. Oleh karena itu, masyarakat Papua diminta untuk menjaga keharmonisan, meskipun memiliki pilihan politik yang berbeda. Umat diimbau untuk mendukung para calon kepala daerah dengan cara yang damai dan menjunjung tinggi persaudaraan.
Bukan rahasia lagi bahwa Pilkada sering kali menjadi momen krusial yang rawan memicu konflik sosial. Perbedaan pilihan bisa dengan cepat berubah menjadi perpecahan, terutama jika ada pihak-pihak yang dengan sengaja memanfaatkan situasi untuk menyebarkan hoaks dan isu-isu provokatif. Di sinilah lagi-lagi peran tokoh agama menjadi sangat vital.
Kapolres Rokan Hulu, Ajun Komisaris Besar Budi Setiyono, dalam sebuah acara ‘Jum’at Curhat’ menyatakan bahwa salah satu ancaman terbesar dalam Pilkada adalah penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Hoaks yang disebarkan dengan tujuan memecah belah masyarakat sering kali menyulut konflik yang sebenarnya bisa dihindari.
Dalam situasi seperti ini, Budi mengajak para tokoh agama dan tokoh adat untuk segera bertindak jika menemukan tanda-tanda konflik sosial. Bukan hanya menenangkan, tetapi juga harus cepat menyelesaikan masalah sebelum meluas.
Budi menekankan bahwa masyarakat harus waspada terhadap kampanye hitam yang mungkin beredar selama masa Pilkada. Berita bohong dan isu yang dimanipulasi dengan tujuan tertentu sangat mudah menyebar, terutama dengan adanya media sosial.
Oleh karena itu, tokoh agama diharapkan menjadi peredam emosi dan penjaga keharmonisan masyarakat. Mereka diharapkan bisa membantu menyebarkan pesan-pesan positif dan damai, sekaligus mengingatkan umat untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu negatif yang belum tentu benar.
Selain tokoh agama, tokoh adat juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam menjaga kedamaian selama proses Pilkada. Di beberapa daerah, peran tokoh adat sering kali bersinggungan dengan tokoh agama, karena keduanya sama-sama dihormati dan dianggap sebagai pemimpin moral. Di Kecamatan Rambah Samo, tokoh masyarakat dan tokoh adat diundang oleh Kapolres Rokan Hulu untuk berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama Pilkada.
Budi Setiyono kembali menekankan pentingnya sinergi antara aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk mengantisipasi konflik yang mungkin terjadi. Peran mereka bukan hanya sebatas memberikan nasihat, tetapi juga menjadi jembatan komunikasi antara warga dengan pihak berwenang. Dengan demikian, potensi konflik dapat segera diredam sebelum menjadi masalah yang lebih besar.
Salah satu tantangan terbesar dalam Pilkada bukan hanya menjaga keamanan, tetapi juga mencegah adanya praktik politik uang (money politics) yang dapat merusak integritas demokrasi. Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Lirik, Iptu Endang Kusma Jaya, dalam sebuah acara silaturahmi di Masjid Nurul Hidayah, Kecamatan Lirik, menyampaikan pesan penting tentang bahaya politik uang. Tokoh agama memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak buruk politik uang terhadap proses demokrasi.
Politik uang tidak hanya merusak kualitas Pilkada, tetapi juga menciptakan pemimpin yang tidak memiliki integritas. Oleh karena itu, Kapolsek mengajak tokoh agama untuk ikut berperan aktif dalam mengingatkan umat agar tidak tergiur oleh janji-janji materi. Sebaliknya, masyarakat diminta untuk menggunakan hak pilih mereka dengan bijak, memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif bagi daerah.
Pilkada adalah wujud nyata dari demokrasi yang harus dijaga bersama. Tokoh agama dan tokoh adat diharapkan bisa menjadi penengah, penyejuk, dan pelindung masyarakat dari konflik yang mungkin muncul. Ajakan untuk memilih dengan bijak, menjaga keharmonisan sosial, serta menolak politik uang adalah pesan penting yang harus terus didengungkan hingga proses Pilkada selesai.
Pada akhirnya, keberhasilan Pilkada tidak hanya diukur dari siapa yang terpilih, tetapi dari bagaimana prosesnya berjalan damai, demokratis, dan tetap menjaga persatuan di tengah masyarakat. Mari bersama-sama wujudkan Pilkada yang aman, damai, dan sejuk demi masa depan daerah dan bangsa yang lebih baik.