JAKARTA — Pemerintah semakin menunjukkan keseriusan dalam memberantas praktik impor pakaian bekas ilegal (balpres) yang terus menggerus pasar domestik dan merugikan industri nasional. Respons tegas ini menguat setelah Polda Metro Jaya mengungkap jaringan besar penyelundupan dengan nilai barang mencapai Rp4 miliar, terdiri dari ratusan balpres asal Korea Selatan, China, dan Jepang.
Penindakan dilakukan di beberapa titik, termasuk Duren Sawit dan KM 19 Tol Jakarta–Cikampek, yang menjadi jalur distribusi menuju ibu kota. Polisi mengungkap bahwa jaringan penyelundup memanfaatkan kendaraan besar seperti Fuso dan Colt Diesel untuk mengelabui pengawasan dan menyimpan barang-barang tersebut di gudang transit Padalarang sebelum diedarkan ke pasaran.
Kombes Edy Suranta Sitepu menegaskan bahwa operasi ini merupakan tindak lanjut langsung dari instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang meminta penertiban menyeluruh terhadap aliran barang ilegal, terutama pakaian bekas impor. “Presiden menginginkan pasar dalam negeri bersih dari penyelundupan yang merugikan UMKM dan industri tekstil nasional,” ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan ruang legalisasi terhadap impor pakaian bekas. Ia menegaskan bahwa persoalan utama bukan pada pembayaran pajak, tetapi pada legalitas barang yang masuk. “Jika barang masuk secara ilegal, membayar pajak tidak menjadikannya legal. Legalisasi justru membuka peluang pasar gelap yang lebih besar,” tegasnya.
Purbaya menyampaikan bahwa pemerintah telah mengantongi sejumlah nama pemain besar penyelundup pakaian bekas, dan mereka akan dimasukkan daftar hitam agar tidak bisa lagi melakukan kegiatan impor. Langkah ini sejalan dengan upaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan di pelabuhan dan menindak tegas pelaku pelanggaran.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan komitmennya menjalankan Permendag No. 40/2022 yang melarang impor pakaian bekas demi menjaga keberlangsungan industri dalam negeri. Ia menyampaikan bahwa pemusnahan balpres ilegal tidak menggunakan dana APBN, karena seluruh biaya dibebankan kepada importir. “Balpres ilegal merusak ekosistem usaha, menekan daya saing UMKM, dan mengganggu pasar tekstil yang sah,” jelasnya.
Meski bisnis thrifting memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi anak muda yang menganggap produk impor second hand lebih modis dan terjangkau, pemerintah menilai dampaknya terhadap industri lokal tidak dapat diabaikan. Serbuan pakaian bekas impor telah berkontribusi pada melemahnya sektor tekstil, bahkan turut menekan sejumlah pabrik besar yang terpaksa melakukan PHK hingga gulung tikar.
Selain ancaman ekonomi, pakaian bekas impor juga membawa risiko kesehatan karena potensi paparan bakteri, jamur, hingga kontaminan berbahaya jika tidak melalui proses sterilisasi yang benar. Dari sisi lingkungan, limbah tekstil dari barang tidak layak pakai dapat menambah volume sampah yang sulit terurai.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pemberantasan impor pakaian bekas ilegal akan terus dilakukan hingga ke akar masalahnya. Koordinasi lintas kementerian dan aparat penegak hukum akan diperkuat guna menutup celah penyelundupan yang selama ini dimanfaatkan mafia balpres. Sikap tegas ini menunjukkan satu pesan besar: pemerintah berdiri untuk melindungi industri lokal, kesehatan publik, dan ketertiban pasar dalam negeri.

